Minggu, 21 November 2010

KOMUNIKASI NON VERBAL

PENGERTIAN KOMUNIKASI NON VERBAL :
setiap bentuk perilaku manusia yang langsung dapat diamati oleh orang lain dan yang mengandung informasi tertentu tentang pengirim atau pelakunya (Johnson, 1981).
proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
merupakan sebuah proses interaksi sosial antara dua atau lebih individu yang mencoba saling mempengaruhi dalam hal ide, sikap, pengetahuan, dan tingkah laku.
proses komunikasi yang tidak dilakukan melalui bahasa dan pengucapan kata-kata, tetapi melalui cara-cara lain seperti bahasa tubuh, mimik wajah, sensitivitas kulit, dan lain-lain. Walaupun masih memiliki kekurangan-kekurangan tertentu, komunikasi verbal, seperti bahasa, telah sanggup menyampaikan informasi kepada orang lain. Hanya saja, pesan-pesan yang sifatnya non-verbal tentunya juga tetap dibutuhkan untuk meperjelas informasi-informasi yang akan disampaikan oleh sender agar receiver dapat lebih memahaminya, dan tidak terjadi salah persepsi.


CONTOH-CONTOH NON VERBAL :


MENUTUP MATA TANDA TAKUT.


MATA SAYU MENUNJUKAN KESOMBONGAN.


SENYUMAN MENUNJUKKAN KEBAHAGIAAN


MENJULURKAN LIDAH TANDA MELEDEK.

media violence and agression

Dari semua isu yang berkaitan dengan anak-anak dan media, pengaruh tainment kekerasan masuk pada perilaku agresif telah pasti mendapat perhatian sebagian besar penelitian. Bab ini memberikan wawasan ke dalam negara saat penelitian empiri-cal pada topik ini. Terdiri dari empat bagian, yang pertama membahas berbagai jenis penelitian efek yang telah dilakukan, mengidentifikasi poin mereka kuat dan lemah. Bagian kedua mengkaji berbagai teori yang mencoba menjelaskan mengapa kekerasan media dapat mempengaruhi perilaku agresif, seperti teori pembelajaran sosial, teori script kognitif, teori gairah, dan teori de-sensitisasi. Bagian ketiga berfokus pada diferensiasi di fects ef-kekerasan media, seperti karakteristik dalam produksi media yang merangsang atau mengurangi perilaku agresif, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan anak-anak terhadap kekerasan media. Bagian terakhir memusatkan perhatian pada bagaimana orang dewasa dapat mengubah atau menetralkan efek adversive mungkin kekerasan media pada anak-anak.

LIMA JENIS PENELITIAN PENGARUH KEKERASAN MEDIA.

Keprihatinan masyarakat tentang dampak kekerasan media terhadap perilaku agresif mantanisted jauh sebelum televisi diperkenalkan. Namun, riset empiris yang menyelidiki apakah ada dasar untuk keprihatinan ini tidak berkembang sampai tahun 1960-an, ketika tumbuh rasa takut tentang peningkatan kenakalan di pusat kota Amerika dikembangkan. Sejak itu, banyak penelitian telah dilakukan mengenai dampak kekerasan media terhadap perilaku agresif anak-anak dan orang muda.

Penelitian empiris mengenai dampak kekerasan media dapat digolongkan menjadi lima jenis studi:
(1) Eksperimen Laboratorium,
(2) Percobaan Lapangan,
(3) Korelasi Penelitian,
(4) Studi Kausal Korelasional, dan
(5) Meta Analisis.

Adapun penjelasan dari masing-masing penelitian empiris yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak kekerasan media terhadap perilaku agresif pada anak-anak adalah sebagai berikut :

EKSPERIMEN LABORATORIUM.

Dalam sebuah percobaan laboratorium, sekelompok anak-anak diundang untuk datang ke laboratorium, biasanya terdiri dari satu atau lebih kamar, di mana suara dan peralatan video dipasang. Dalam sebuah percobaan laboratorium yang khas, salah satu setengah dari anak-anak ditugaskan untuk melihat film kekerasan (kelompok eksperimen), dan separuh lainnya untuk sebuah film netral atau film sama sekali (kelompok kontrol).

Setelah film, ukuran peneliti apakah anak-anak yang telah terkena film kekerasan lebih agresif daripada di kelompok kontrol. Mayoritas percobaan laboratorium telah menemukan bahwa anak-anak yang terpapar film kekerasan menunjukkan tingkat yang lebih tinggi postviewing agresi dibandingkan anak-anak ditugaskan untuk kelompok kontrol. Anak-anak bermain lebih agresif, berperilaku lebih agresif terhadap teman sebaya, atau boneka atau mainan memukul lebih keras (Kayu, Wong, & Chachere, 1991).

Karakteristik penting dari percobaan laboratorium adalah bahwa anak-anak secara acak baik eksperimental atau kelompok kontrol, dengan demikian, setiap mata pelajaran dalam percobaan memiliki probabilitas yang sama ditugaskan ke eksperimental atau kelompok kontrol. Random tugas meminimalkan kemungkinan bahwa perbedaan antara kelompok eksperimen dan kontrol karena perbedaan awal antara anak-anak, daripada efek eksperimental benar. percobaan laboratorium, oleh karena itu, memiliki validitas internal yang tinggi, yang menyiratkan bahwa para peneliti menemukan peningkatan agresi antara anak-anak dalam kelompok eksperimen dapat cukup yakin bahwa peningkatan ini merupakan hasil dari eksposur anak-anak untuk film kekerasan. Dengan kata lain, tidak ada penjelasan bersaing serius untuk posting anak-anak meningkat melihat skor agresi.
Dapat disimpulkan bahwa, dalam peneliatian yang dilakukan di laboraturium sangat mungkin terlihat dengan cepat tingkat peningkatan perilaku anak-anak dalam menanggapi sesuatu hal.

PERCOBAAN LAPANGAN.

Kurangnya validitas eksternal tidak tahan untuk percobaan lapangan, yang biasanya dilakukan di lingkungan alam anak-anak. Dalam percobaan lapangan, juga disebut sebagai eksperimen kuasi (Cook & Campbell, 1979), peneliti menyelidiki kelompok yang ada di pengaturan seperti sekolah atau rumah anak-anak. Akibatnya, mereka sering tidak mampu mengendalikan semua keadaan studi mereka. Dalam percobaan lapangan, anak-anak biasanya terkena baik kekerasan atau diet televisi non kekerasan selama beberapa hari atau minggu. Salah satu contoh percobaan lapangan klasik merupakan studi Belgia oleh Leyens, Camino, Park, dan Berkowitz (1975), di mana sekelompok anak-anak dari sebuah lembaga untuk anak-anak masalah menonton film kekerasan setiap malam selama satu minggu, sedangkan kelompok lainnya mengawasi netral film. Anak-anak yang pernah melihat film kekerasan itu kemudian lebih agresif dibandingkan anak-anak yang pernah melihat film netral. Pengaruh dari film-film yang diselenggarakan terutama bagi anak-anak yang awalnya lebih agresif.

Percobaan lapang memiliki keuntungan atas percobaan laboratorium di bahwa mereka dilakukan di lingkungan alam anak-anak. Jenis penelitian, oleh karena itu, memiliki validitas eksternal yang relatif tinggi. Sebuah kelemahan penting dari percobaan lapangan, bagaimanapun, adalah bahwa para peneliti tidak dapat memastikan bahwa faktor lain selain perlakuan eksperimental telah menyebabkan perubahan perilaku. Meskipun peneliti dapat mengontrol variabel tertentu yang mereka tersangka untuk codetermine hubungan antara kekerasan media dan agresi (misalnya, intelijen dan status sosial ekonomi), mereka tidak mampu mengenali dan mengecualikan semua variabel ketiga mungkin.

KORELASI PENELITIAN.

Seperti percobaan lapangan, studi korelasional yang dilakukan di lingkungan alam anak-anak. Studi korelasional didasarkan pada asumsi bahwa jika media kekerasan merangsang agresi, anak-anak yang banyak menonton kekerasan media harus lebih agresif dibandingkan anak-anak yang kurang konsumen avid kekerasan media. Dengan kata lain, jika media kekerasan merangsang perilaku agresif, harus ada hubungan positif antara frekuensi anak-anak melihat dan perilaku agresif mereka.

Dalam studi korelasional, peneliti biasanya mengunjungi sekolah-sekolah atau keluarga, bersenjata dengan baterai pertanyaan survei tentang tingkat dan jenis kekerasan media yang anak konsumsi. Mereka juga mengukur agresi anak-anak dengan menggunakan kuesioner, observasi guru, observasi taman bermain, atau metode lainnya. Mayoritas studi korelasi telah menunjukkan bahwa anak-anak lebih banyak eksposur harus kekerasan media, lebih agresif mereka.

Meskipun penelitian korelasional memiliki validitas eksternal dibandingkan dengan percobaan lapangan, mereka memiliki validitas internal yang lebih rendah. studi korelasional hanya mengizinkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang positif antara frekuensi anak-anak melihat dan agresi mereka. Hubungan seperti ini tidak berarti bahwa frekuensi anak-anak melihat menyebabkan perilaku agresif mereka. Setelah semua, hubungan positif antara kekerasan media dan agresi juga bisa mencerminkan penjelasan kausal terbalik, yaitu, bahwa anak-anak agresif lebih mungkin untuk memilih media kekerasan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mereka akan rangsangan agresif.

Namun, untuk menunjukkan bahwa kekerasan media menyebabkan agresi, dan bukan sebaliknya, melihat anak-anak kekerasan harus dilakukan sebelum perilaku agresif mereka. Setelah semua, satu situasi bisa menyebabkan yang lain hanya jika situasi pertama terjadi sebelum kedua dan tidak jika situasi ini terjadi secara bersamaan.


STUDI KAUSAL KORELASI.

Ini masalah ayam dan telur penelitian korelasional dapat diselesaikan dengan cara penelitian korelasional atau kausal longitudinal. Dalam studi korelasi kausal, peneliti mengunjungi sekolah-sekolah atau keluarga untuk mengukur frekuensi anak-anak melihat dan perilaku agresif mereka, seperti dalam studi korelasional. Namun, mereka berbeda dari penelitian korelasional dalam bahwa para peneliti kembali ke tempat-tempat setelah periode waktu tertentu untuk kembali memeriksa anak-anak. Karena frekuensi anak-anak melihat dan perilaku agresif mereka dinilai pada dua atau lebih titik dalam waktu, adalah mungkin untuk menentukan apakah menonton kekerasan agresi penyebab, atau apakah kecenderungan agresif mendorong anak-anak untuk memilih media kekerasan.

Studi ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara menonton kekerasan televisi di masa kecil dan perilaku agresif di masa dewasa. Namun, tidak ada korelasi yang signifikan ditemukan antara perilaku agresif pada masa kanak-kanak dan menonton kekerasan televisi di masa dewasa. Studi lain terkenal korelasional longitudinal kausal oleh Johnson, Smailes, Kasen, dan Brook (2002), yang diterbitkan dalam jurnal bergengsi Science, menemukan pola yang sama hubungan longitudinal antara menonton kekerasan di masa kecil dan agresivitas di masa dewasa. Kedua studi ini mengkonfirmasi hipotesis bahwa media kekerasan menyebabkan perilaku agresif, dan mengesampingkan penjelasan sebaliknya bahwa anak-anak yang agresif cenderung untuk memilih media kekerasan.


META ANALISIS.

Meta analisis studi di mana hasil puluhan atau bahkan ratusan, studi empiris dirangkum dan dievaluasi ulang melalui teknik statistik yang canggih. Dalam analisis meta, data statistik penelitian empiris individu dibawa bersama dalam database baru, yang memungkinkan peneliti untuk menilai ukuran efek baru oleh sekaligus menganalisis statistik studi empiris individu. Komunitas akademik biasanya hal analisis meta lebih dari menghormati studi empiris, dengan syarat bahwa analisis meta dilakukan hati-hati dan penelitian empiris dimasukkan dalam analisis yang memuaskan. Meta analisis dapat menyebabkan sophistications dalam teori akademik, yang menunjukkan pertanyaan penelitian telah menerima perhatian yang lebih atau kurang, dan memberikan arah penelitian empiris di masa depan.

Menurut metode konversi, korelasi r = 0,31 berarti bahwa ada kemungkinan 65,5% bahwa anak yang terpapar kekerasan media lebih tinggi daripada rata-rata 1 akan menampilkan perilaku agresif, sementara ada kemungkinan 34,5% bahwa anak-anak yang terpapar media kekerasan di bawah median akan menampilkan perilaku tersebut. Perbedaan 31% di kap kemungkinan menampilkan perilaku yang agresif antara anak-anak yang mengalami kekerasan media baik di atas atau di bawah median memiliki kepentingan praktis yang besar (Bushman & Huesmann, 2001; McCartney & Rosenthal, 2000).


TEORI PENGARUH MEDIA KEKERASAN PADA PERILAKU AGRESIF.

Teori Belajar Sosial.

Menurut teori belajar sosial (Bandura, 1986, 1994), agresi adalah bentuk perilaku belajar dengan cara yang sama bahwa perilaku manusia lain yang dipelajari.

Pertama, anak-anak belajar untuk bertindak agresif oleh pengalaman langsung. Selama interaksi dengan lingkungan sosial mereka, beberapa tindakan terbukti berhasil, yang lainnya tidak menimbulkan efek kentara, dan yang lain menghasilkan konsekuensi negatif. Berdasarkan umpan balik ini, anak-anak cenderung untuk memilih tindakan sukses dan membuang yang gagal. Anak-anak kecil uji lingkungan mereka untuk mengetahui perilaku dianggap diinginkan dan yang tidak.

Orang tua menyetujui dan tanggapan setuju mengajarkan perilaku anak yang secara sosial dianggap sebagai benar dan yang tidak. Ketika tindakan agresif yang dihukum, anak-anak belajar untuk mengontrol dan mengecam perilaku mereka dan impuls. Namun, jika anak mengalami bahwa tindakan agresif mereka berhasil, mereka akan lebih teratur menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka, sampai kekerasan telah menjadi rutinitas yang tidak dapat dengan mudah diubah (Bandura, 1973, 1986).

Perilaku agresif juga dapat dipelajari dengan mengamati konsekuensi dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang lain. Dengan jenis belajar, anak-anak tidak langsung mengalami imbalan atau hukuman tetapi menjadi sadar mereka melalui model di lingkungan mereka. Ketika anak-anak melihat bahwa tindakan orang lain menghasilkan hasil yang tidak menyenangkan, kap mungkin bahwa mereka akan berperilaku dengan cara yang sama menurun.

Belajar perilaku agresif sehingga terjadi tidak hanya oleh pengalaman langsung dengan konsekuensi positif dan negatif dari perilaku tertentu, tetapi juga dengan belajar bagaimana model di ongkos lingkungan anak-anak dengan perilaku tertentu. Bentuk kedua dari belajar belajar observasional ini terutama mungkin terjadi ketika tindakan model yang sukses, saat model menarik, dan ketika anak-anak berada di masyarakat di mana model agresif yang berlimpah. Bandura (1973) mengidentifikasi tiga sumber penting dari model agresif: keluarga, subkultur di dalam yang hidup seorang anak, dan media massa.


Script Kognitif Teori.

Untuk memahami script teori kognitif, orang perlu mengetahui apa yang skrip kognitif. Sebuah skrip dapat didefinisikan sebagai pengetahuan tentang struktur dan urutan kegiatan rutin biasanya terjadi.

skrip kognitif dibentuk oleh peristiwa dalam kehidupan sehari-hari anak-anak tetapi juga dapat dibentuk oleh pengalaman media. Bagaimana kekerasan media mempengaruhi pembentukan script? Dalam produksi media, masalah interpersonal sering diselesaikan dengan cara agresi: Seringkali, karakter yang menghina membalasnya dengan melemparkan pukulan. Jika anak-anak sering terkena banyak kekerasan media, ada risiko bahwa skrip dalam memori mereka akan menjadi lebih agresif dibandingkan anak-anak yang kurang konsumen avid kekerasan media. Diasumsikan bahwa skrip agresif, mediainduced, yang terbentuk pada awal masa kanak-kanak, merangsang sikap agresif dan perilaku di kemudian hari (Bushman & Huesmann, 2001).


Teori priming.

Sama seperti teori script kognitif, teori priming sangat bergantung pada konstruksi kognitif (yakni, skrip dan skema). Teori ini berasal dari perspektif asosiatif neo, yang menganggap memori manusia sebagai kumpulan dari jaringan asosiatif (Jo & Berkowitz, 1994). Masing-masing jaringan terdiri dari unit dihubungkan banyak atau node, yang dapat mewakili pikiran, emosi, kecenderungan perilaku, atau unsur-unsur tersebut. Hal ini diasumsikan bahwa satu stimulus eksternal (misalnya, film kekerasan), yang mengaktifkan node satu atau lebih spesifik dalam memori, secara bersamaan dapat memicu banyak node lain yang terkait semantik atau contiguously.

Teori gairah.

Teori gairah mengasumsikan bahwa paparan kekerasan media membangkitkan anak-anak. Gairah adalah respon fisik, yang menyebabkan pernafasan meningkat, detak jantung, kadar gula darah, aktivitas kelenjar keringat, dan sebagainya. Media dihasilkan gairah adalah non spesifik, bisa diprovokasi oleh program-program kekerasan, tetapi juga oleh media produksi menakutkan, menegangkan, dan seksual membangkitkan (Zillmann, 1991). Ketika datang ke program-program kekerasan, gairah kemungkinan besar akan dihasilkan ketika kekerasan dikombinasikan dengan banyak aksi, musik keras, dan kecepatan program cepat.


Teori desensitisasi.

Menurut teori ini, diulang paparan kekerasan media menyebabkan menumpulkan bertahap tanggapan emosional untuk menampilkan agresi, baik di media dan dalam kehidupan nyata. Sebuah prinsip dasar dalam teori ini adalah bahwa dampak dari stimulus media berkurang dengan paparan berulang. Penonton terbiasa dengan inhumanities kontinu: Mereka tidak hanya menderita kurang dari mereka pada akhirnya, tetapi juga penilaian moral mereka tentang mereka tampaknya menjadi tumpul (Frijda, 2001).
Hipotesis desensitisasi tidak hanya mengasumsikan bahwa reaksi pemirsa 'untuk kekerasan media menjadi tumpul, tetapi juga bahwa reaksi-reaksi ini dibawa ke situasi kehidupan nyata mereka. Selain itu, hipotesis bahwa media desensitisasi diinduksi mengurangi hambatan terhadap agresi dalam kehidupan nyata. tanggapan emosi negatif, seperti ketakutan atau kecemasan, sering telah ditunjukkan untuk beroperasi sebagai pembatasan terhadap perilaku agresif (Bandura, 1986). Oleh karena itu, jika reaksi emosional anak terhadap kekerasan dikurangi atau bahkan dihilangkan, kemungkinan bahwa mereka akan terlibat dalam perilaku agresif meningkat.

Teori katarsis.

Berbeda dengan teori sebelumnya, teori katarsis mengasumsikan bahwa menonton kekerasan media memiliki pengaruh yang positif pada anak-anak. Para pendukung teori ini menyatakan bahwa gambar kekerasan memang dapat membangkitkan perasaan agresif pada anak, tetapi perasaan ini dibersihkan sambil menonton kekerasan media (Feshbach, 1976). Mereka sebagai-sume yang oleh anak-anak alam memiliki impuls agresif. Dengan menonton agresi dalam produksi media, mereka mendapatkan kesempatan untuk melepaskan impuls ini, dan dengan demikian berperilaku kurang agresif sesudahnya. Katarsis berarti pemurnian emosi melalui pengalaman perwakilan, konsep ini pertama kali dikembangkan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, yang percaya bahwa drama tragis dapat menyebabkan sewa kembali emosi.


Teori katarsis terutama populer selama hari-hari awal televi-sion dan masih diambil serius di beberapa kalangan akademik (misalnya, budaya dan studi film bioskop). Namun, teori tidak pernah dikonfirmasi oleh penelitian akademik. Menonton kekerasan media dapat memurnikan emosi anak, tapi jelas tidak mengurangi perilaku agresif mereka. Bahkan, analisis meta empat dan studi empiris banyak menunjukkan bahwa kekerasan media meningkatkan perilaku agresif.

Kesimpulannya

Dengan pengecualian dari teori katarsis yang mengasumsikan bahwa media kekerasan melawan perilaku agresif, tapi belum pernah dikonfirmasi semua teori hanya dibahas menawarkan penjelasan yang masuk akal mengapa menonton media kekerasan merangsang perilaku agresif. Hal ini belum jelas yang teori yang paling berlaku. Ada kemungkinan bahwa semua teori menyimpan lebih atau kurang untuk berbagai jenis kekerasan media dan berbagai jenis anak-anak.

Minggu, 31 Oktober 2010

Pendidikan Moral Dalam Keluarga

Jakarta, berita tentang pemerkosaan, pelecehan seksual, dan kejahatan lainnya hampir setiap hari dikabarkan media massa. Belum lagi video-video porno yang terus diproduksi. Baik yang dibuat secara profesional maupun amatir. Baik video yang memang diproduksi untuk kepentingan komersil maupun video yang pada awalnya hanya untuk kepentingan pribadi tapi 'terpublikasikan' secara umum.

Dampak video-video tersebut sangat luar biasa terhadap sikap dan gaya hidup masyarakat. Khususnya para generasi muda yang akan menjadi penerus bagi kelangsungan bangsa ini ke depannya. Bisa dibayangkan, jika para pemimpin bangsa di masa depan tersebut, saat ini sedang gemar menonton video-video mesum. Efek dari tontonan tersebut akan berpengaruh pada pembentukan sikap dan karakter mereka nantinya.

Video mesum (porno) ditengarai sebagai salah satu penyebab hilangnya nilai-nilai moral dan budaya anak bangsa. Maraknya aktivitas yang berbau seks bebas membuat kita menjadi gamang melihat perkembangan generasi muda saat ini. Apakah yang menjadi penyebab hal tersebut?

Setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab hal tersebut. Keduanya saling terkait satu sama lain.
1. Penyebab pertama adalah perkembangan teknologi yang sangat cepat.
2. Teknologi yang semakin modern memungkinkan penggunanya untuk dapat mengakses informasi dengan sangat cepat.




Sebut saja ada video mesum terbaru yang beredar di sebuah daerah di Jawa. Maka dengan bantuan internet video tersebut dapat tersebar luas dengan hitungan menit ke semua daerah di seluruh Nusantara. Penetrasi penyebaran video tersebut semakin meluas dengan bantuan koneksi data yang juga semakin canggih. Seperti bluetooth dan dari PC ke handphone atau sebaliknya.

Pada kasus Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari misalnya. Dengan bantuan media massa video tersebut diunduh sebanyak 200 ribu download dalam waktu 10 hari pertama. Andai saja 200 ribu download tersebut dilakukan oleh orang yang berbeda berarti terdapat 200 ribu orang yang memiliki video tersebut dari unduhan internet.

Misalkan saja, rata-rata per orang yang mengunduh tadi juga membagikan video tersebut kepada temannya yang lain melalui koneksi bluetooth minimal kepada 2 orang yang berbeda, maka akan terdapat tambahan 400 ribu orang lagi yang memiliki dan menonton video tersebut.

Berarti, sekarang ada 600 ribu orang yang memiliki video tersebut. Bayangkan jika video tersebut beredar seperti sistem multi level marketing (MLM). Dan, bayangkan juga jika seorang anak SMP membanggakan kepada teman satu kelasnya bahwa ia memiliki video tersebut dan kemudian hampir seluruh teman sekelasnya meminta kopi video tersebut.

Pasti akan lebih bermanfaat jika penyebaran informasi yang sangat cepat terjadi untuk hal-hal yang positif. Seperti penyebaran ilmu pengetahuan, sosialisasi program pemerintah terbaru, up date penelitian terbaru, dan sebagainya. Sehingga, teknologi tidak dapat disalahkan apalagi dihambat perkembangannya karena justru akan merugikan manusia itu sendiri. Yang salah adalah pengguna teknologi yakni manusia itu sendiri.


Penyebab kedua yang saling berkaitan dengan penyebab pertama adalah semakin berkurang nilai nilai pendidikan moral di setiap jenjang pendidikan formal. Mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan cenderung diarahkan kepada pencapaian kemampuan kognitif siswa saja.

Walaupun di dalam tiga aspek pendidikan juga terkandung ranah psikomotor dan afektif (sikap), namun tetap saja tidak mampu memberikan solusi bagi persoalan degradasi moral bangsa ini. Lantas apakah yang menjadi penyebab ranah pendidikan afektif tersebut tidak ampuh untuk mengatasi masalah ini?

Hal ini disebabkan karena ranah afektif yang dimaksud adalah sikap dan minat siswa terhadap masing-masing bidang studi yang sedang mereka pelajari. Jadi, ranah afektif yang dimaksud bukanlah sikap moral dan nilai etika yang mampu meninggikan derajat manusia karena keelokan budi pekerti.

Salah satu solusi yang bisa ditawarkan adalah pendidikan moral semenjak dini dari lingkungan keluarga. Banyak orang tua yang terjebak pada pola pendidikan yang sebenarnya justru berdampak negatif bagi perkembangan anak-anaknya.

Orang tua mengajarkan anak-anaknya berdemokrasi tapi tidak membekalinya dengan batasan yang wajib diketahui mereka. Sehingga, terjadi kebablasan dalam mengartikan kebebasan berpendapat, kebebasan bersikap, kebebasan dalam memilih tontonan yang layak, kebebasan dalam bergaul, kebebasan memilih pakaian sesuka mereka.

Ironisnya, orang tua ber-apologi dengan kata-kata 'biarlah, mereka kan masih muda'. Para anak-anak pun punya jawaban ampuh ketika ditegur, 'ah ... Bapak seperti tidak pernah muda saja'. Maka lengkaplah sudah proses 'demokrasi' dalam sebuah keluarga.


Tugas orang tua tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan lahiriah saja seperti makan, tempat tinggal, dan pendidikan formal. Tetapi, yang tidak kalah penting adalah kebutuhan anak untuk menjadi manusia paripurna dengan balutan budi pekerti yang menawan banyak orang juga merupakan tanggung jawab orang tua.

Banyak faktor yang membuat pendidikan moral keluarga menjadi sangat penting. Betapa banyak daerah yang menerapkan Perda yang bersifat keagamaan (Perda Syariah) namun perbuatan asusila juga tidak berkurang. Pornografi malah semakin menjadi-jadi.

Berarti, Perda yang dikeluarkan oleh penguasa tersebut tidak mampu membenahi moral anak bangsa. Karena, Perda pada umumnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat normatif dan simbolik. Bukan pada nilai-nilainya. Seberapa besar pun sanksi yang diberikan, jika nilai-nilai moral tersebut tidak bersemayam dalam diri setiap anak bangsa, tetap saja tidak akan mengubah keadaan.

Jika penguasa telah melakukan perannya dengan mengeluarkan peraturan yang bersifat mengikat, maka tugas keluargalah menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anaknya. Nilai-nilai universal seperti saling menghargai, saling menghormati, berpakaian layaknya manusia terhormat, tutur kata nan menawan merupakan produk olahan orang tua yang dikonsumsi oleh anak-anak mereka dan diaplikasikan dalam pergaulan. Nilai tersebut adalah materi ajar yang langsung dipraktekan dan dicontohkan dengan perbuatan oleh orang tua kemudian ditiru dan dianut secara langsung oleh anak-anak mereka dalam setiap aktivitas sehari-hari.
Jika setiap keluarga telah melakukannya maka akan tercipta lingkungan yang kondusif bagi perkembangan budi pekerti generasi penerus bangsa ini. Sekolah sebagai salah satu lingkungan yang bersentuhan langsung dengan anak-anak dapat memoles budi pekerti dengan ilmu pengetahuan dan sikap sebagai intelektual. Sehingga, tercipta bangsa Indonesia dengan anak-anak yang berbudi pekerti nan menawan.

Jakarta, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) minta supaya polisi cepat menuntaskan kasus beredarnya video porno mirip artis. KPAI menilai video-video itu sangat merugikan hak anak.

"Video ini sudah melanggar prinsip-prinsip hak anak," ujar Komisioner KPAI Masnah Sari saat ditemui di acara 'Usut Tuntas dan Tindak Tegas Semua Yang Terlibat Dalam Kejahatan Pornografi' di gedung DPD RI, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (18/6/2010).

Masnah mengungkapkan jika polisi tidak cepat menyelesaikan kasus video porno itu, dampak negatif dari video tersebut akan semakin parah. Menurutnya, anak-anak Indonesia tidak akan berkembang dengan baik.

"Kami pun berhak menegur pihak penegak hukum jika lambat dalam mengusut kasus ini," ucapnya.

Sampai saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan terhadap kasus beredarnya video porno tersebut. Sementara, dua pelaku penyebaran video tersebut sudah ditangkap.








Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) minta supaya polisi cepat menuntaskan kasus beredarnya video porno mirip artis. KPAI menilai video-video itu sangat merugikan hak anak.

"Video ini sudah melanggar prinsip-prinsip hak anak," ujar Komisioner KPAI Masnah Sari saat ditemui di acara 'Usut Tuntas dan Tindak Tegas Semua Yang Terlibat Dalam Kejahatan Pornografi' di gedung DPD RI, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (18/6/2010).

Masnah mengungkapkan jika polisi tidak cepat menyelesaikan kasus video porno itu, dampak negatif dari video tersebut akan semakin parah. Menurutnya, anak-anak Indonesia tidak akan berkembang dengan baik.

"Kami pun berhak menegur pihak penegak hukum jika lambat dalam mengusut kasus ini," ucapnya.

Sampai saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan terhadap kasus beredarnya video porno tersebut. Sementara, dua pelaku penyebaran video tersebut sudah ditangkap.

Menurut KPAI Tentang Dampak Video Aril dan Luna

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan menerima 33 pengaduan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur lantaran terpengaruh video porno Ariel. Laporan KPAI ini dipertanyakan validitasnya.
“Saya perlu mengatakan, marilah kita memoderasi kemungkinan dampak dari kasus video porno tersebut. Jangan malah dibesar-besarkan,” oleh kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala, dalam perbincangan dengan detikcom via telepon, Jumat (25/6/2010).
Selain mengatakan ada 33 aduan pemerkosaan terhadap anak, KPAI juga melansir angka kejahatan seksual meningkat 20 persen pasca-merebaknya video Ariel-Luna-Tari. Menurut Adrianus, memang benar ada dampak negatif akibat menyebarnya video ini.
“Sampai di situ saja. Kalau sampai ada perilaku memperkosa, menurut saya suatu fakta yang dilebih-lebihkan, amplifier istilahnya,” ujarnya.
Kalau pun toh benar ada data-data seperti yang disebutkan di atas, menurut Adrianus, KPAI tidak memiliki kompetensi untuk mempublikasikannya. Yang paling berwenang, menurutnya adalah kepolisian.
“Kalau 33 kasus, data itu dari polisi, tentu lain cerita. Demikian pula angka kriminalitas 20 persen. Tapi kalau cuma survei, pengaduan, mungkin bukan bohong, tapi tingkat akurasinya rendah,” imbuh Adrianus.
Adrianus berharap, KPAI tidak menambah ruwet masalah yang saat ini sedang heboh tersebut. “Jangan tambah seram masalah ini. Kita perlu memoderasi, agar masyarakat melihat secara kontekstual. Atau mau numpang ngetren?” tutupnya. [detik]

Heboh video mirip ariel luna dan dampaknya pada anak

Assalamu Alaikum wr... wb...
semoga senantiasa kita semua dilimpahi berkat rahmad hidayah dan inayah Allah SWT.
Massya Allah... sebuah fenomena apa ini... yang terjadi adalah para ibu sibuk memikirkan & mbicarakan ariel, luna maya, cut tari & lain-lainnya. sampai (semoga tidak) lupa mengingatkan anaknya untuk makan, mandi, belajar bahkan sholat dan mengaji. smua media sibuk mencari gambar mereka dan mengikuti jejak ARTIS ITU tiap detik. bahkan paris hilton pun penasaran..
masya Allah, fenomena ini membuatku ingin bertanya :

apa yang seharusnya (riil dan konkrit) bagi orang tua lakukan untuk membentengi anak-anak yang seharusnya belajar mengaji dan sains. karena anak-anak ini telah terjebak dalam video ini. sungguh menyesatkan....

terimakasih, jazakumullah...

Wassalamu Alaikum Wr... Wb...

faiz fakhruddin







Jawaban

Wa'alaikumusalam wr wb Bapak faiz

Terimakasih untuk pertanyaannya. Semoga uraian kami berikut bermanfaat. Dampak pornografi sebenarnya sudah pernah kami bahas pada konsultasi sebelumnya tapi karena isyu ini hangat lagi (lewat video yang diduga ariel luna) maka saya coba menguraikannya lagi dari pespekstif yang berbeda.

Saya yakin siapapun pasti miris prihatin dan sedih lihat berita beberapa minggu belakangan ini karena gak hanya pelakunya yang kena dampak tapi anak2 juga. Coba dech lihat berapa banyak anak yang lalu dicurigai, diintervensi, digeledah oleh pihak berwajib. Datang kesekolah saja sudah melanggar hak anak apalagi ini sampai masuk kearea privasi membongkar tas dan HP..wahhhh kok baru sekarang ya hebohnya padahal jauh sebelum video yang diduga ariel luna pun sebenarnya udah banyak tayangan pornografi yang beredar. Sekedar informasi saja dalam seminggu ada 4000 tayangan pornografi yang diupload diinternet dan ponsel…

Serem ya…padahal menurut ibu Elly risman pornografi lebih bahaya dari narkoba..!!! waowww….!!! Saat membaca tulisan Ibu Elly Risman mengenai dampak tayangan pornografi pada otak anak, mata saya langsung terbelalak. Bagaimana tidak pada tulisan itu disebutkan jika narkoba dapat merusak 3 syaraf otak anak maka tayangan pornografi dapat merusak 5 syaraf otak anak yaitu:
1. Bagian depan otak yang mengatur gerak dan perilaku akan menyusut. Bisa berpengaruh pada berkurangnya rasa tanggung jawab
2. Neuron transmitter, yakni bagian otak yang mengontrol pada kesenangan, bekerja berlebihan. Pada saat dewasa mereka akan berperilaku hanya berdasarkan kesenangan saja, sehingga tidak dapat mengontrol dirinya

3. Ketidakmampuan mengontrol batasan perilaku, akibatnya kecendrungan untuk mudah depresi lebih besar
4. Saat dewasa anak-anak yang biasa menyaksikan pornografi hanya memandang wanita sebagai objek seksual saja
5. Ada kemungkinan melakukan kekerasan seksual dan phedophilia.

Pada usia ini, otak depan seorang anak belum berkembang dengan baik. Sedangkan otak depan adalah pusat untuk melakukan penilaian, perencanaan dan menjadi eksekutif yang akan memerintahkan tubuh untuk melakukan sesuatu. Pada otak belakang merupakan pendukung dari otak depan. Di sini juga dihasilkan dopamin, yaitu hormon yang menghasilkan perasaan nyaman, rileks atau fly pada seseorang. Seorang anak yang kecanduan akan sulit menghentikan kebiasaannya sehingga dia akan melakukan hal tersebut berulang kali. Anak dapat merasa bersalah tetapi tidak berani mengutarakan perasaannya kepada orang-tuanya karena takut atau kesibukan ayah dan ibunya. Dalam keadaan cemas, otak berputar 2,5 kali lebih cepat dari putaran biasa pada saat normal. Akibat perputaran yang terlalu cepat ini, otak seorang anak dapat menciut secara fisik sehingga otak tidak berkembang dengan baik. Suatu keadaan yang dapat merusak masa depan seorang anak. Selain itu, gambar-gambar cabul yang ada di situs web porno, biasanya akan melekat dan sulit untuk dihilangkan dalam pikiran anak dalam jangka waktu yang cukup lama. Tidak hanya sampai distu, dampak negatif lain pun bisa diterima anak antara lain seperti pelecehan seksual, penyimpangan seksual, sulit konsentrasi, tidak percaya diri, menarik diri, meniru dan sebagainya.







Lalu apa yang bisa dilakukan orang tua dan kita sebagai pendidik ????

Dampingi anak saat nonton dan lakukan gerakan melek media”. kontrol media baik itu internet, TV, radio, majalah harus ada ditangan kita. Kalau di negara lain media boleh lebih cerdas dari penonton, pemirsa atau penikmat maka di negara kita, kita yang harus lebih cerdas dari media. Saya percaya tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak maka walaupun ada yang bilang ini mission imposible karena dalam seminggu saja ada 4000 tayangan pornografi yang di upload melalui internet dan telepon genggam dan tidak bisa dibendung, tapi kita tetap harus berjuang dengan pikiran untuk melawan dampak dari tayangan pornografi. Saya percaya jika isyu ini disuarakan terus menerus maka hal kecil bisa jadi suatu gerakan yang besar ( kami dari warnaislam pernah menggalang 1 juta dukungan untuk negara segera mensahkan RUU pornografi ). Yuk kita bersama-sama melihat lebih dekat lagi, mengenal jauh ke dalam diri. Karena ternyata banyak hal yang telah membuat mata kita tertutup, menafikan kenyataan bahwa media khususnya televisi dan internet adalah ancaman serius bagi anak-anak, anak-anak yang setiap saat bisa menatap bebas dengan mata telanjang setiap inchi momen yang belum pantas mereka konsumsi. Televisi dan internet, adalah sebuah jendela yang membuat kita bisa menengok berbagai kejadian di berbagai sudut dunia, lalu perlukah kita sebagai orang tua memasang tirai yang bisa setiap saat membuka dan menutup rapat jendela itu ? tentu tidak. Mari kita sama-sama “melek media”, memercikkan pencerahan kepada dunia, mewujudkan tindakan nyata, bagi perlindungan terhadap anak dan masa depannya.

Wassalamu’alaikum wr wb

Pelecehan Seksual Remaja Makin Memprihatinkan

BOYOLALI—Maraknya kasus pelecehan yang menimpa anak usia sekolah baru-baru ini mengundang keprihatinan berbagai pihak. Selain itu, minimnya pendidikan budi pekerti di sekolah dituding sebagai salah satu alasan perilaku negatif remaja. “Sungguh memprihatinkan, saat ini kasus pelecehan seksual, kekerasan, maupun kenakalan remaja bisa terjadi hampir setiap saat. Bahkan di pelosok seperti kawasan Boyolali utara pun juga terjadi,” ungkap Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2 TP2A) Boyolali, Atik Subowati Sabtu (28/8). Dikatakan, kasus pencabulan yang dilakukan terhadap dua siswi di Wonosegoro secara bergilir, bahkan salah satunya otak pelaku masih berusia 14 tahun, menjadi keprihatinan mendalam. Atik mengatakan, terjadinya kasus-kasus pelecehan seksual di kalangan remaja tersebut terjadi lebih karena kurangnya pendidikan budi pekerti di sekolah. Sehingga anak didik kurang bisa memahami arti budi pekerti maupun sopan santun. Akibatnya, remaja cenderung melakukan tindakan negatif di luar batas-batas norma kesopanan dan susila.
Untuk itu, pihaknya mendesak agar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Boyolali lebih menekankan pendidikan budi pekerti dalam proses belajar mengajar di sekolah. Atik mengungkapkan, kurikulum belajar mengajar zaman dulu selalu menekankan pendidikan budi pekerti. Hasilnya, jarang terjadi kasus kekerasan maupun pelecehan seksual di kalangan remaja. Selain itu, lemahnya pengawasan orangtua terhadap pergaulan anak, membuat pergaulan remaja tidak terkendali. Sementara hasil analisis berbagai pihak, kasus pelecehan seksual maupun kenakalan remaja biasanya diakibatkan oleh pergaulan di lingkungan yang kurang baik. Globalisasi informasi seperti akses internet juga dinilai memberikan andil perilaku negatif remaja, khususnya pornografi. Seperti diberitakan Joglosemar, tercatat dua kasus pencabulan dengan korban siswa SMP di Kecamatan Wonosegoro. Ironisnya, selain digilir, pelaku pencabulan rata-rata juga masih remaja. Bahkan salah satu otak pencabulan masih terhitung kakak kelas korban. (ono)

Tanda terjadi pelecehan seksual

Patricia A Moran dalam buku Slayer of the Soul, 1991, mengatakan, menurut riset, korban pelecehan seksual adalah anak laki-laki dan perempuan berusia bayi sampai usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percaya.
Gejala seorang anak yang mengalami pelecehan seksual tidak selalu jelas. Ada anak-anak yang menyimpan rahasia pelecehan seksual yang dialaminya dengan bersikap “manis” dan patuh, berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian.
Meskipun pelecehan seksual terhadap anak tidak memperlihatkan bukti mutlak, tetapi jika tanda-tanda di bawah ini tampak pada anak dan terlihat terus-menerus dalam jangka waktu panjang, kiranya perlu segera mempertimbangkan kemungkinan anak telah mengalami pelecehan seksual.
Tanda dan indikasi ini diambil Jeanne Wess dari buku yang sama:
• Balita
Tanda-tanda fisik, antara lain memar pada alat kelamin atau mulut, iritasi kencing, penyakit kelamin, dan sakit kerongkongan tanpa penyebab jelas bisa merupakan indikasi seks oral.


Tanda perilaku emosional dan sosial, antara lain sangat takut kepada siapa saja atau pada tempat tertentu atau orang tertentu, perubahan kelakuan yang tiba-tiba, gangguan tidur (susah tidur, mimpi buruk, dan ngompol), menarik diri atau depresi, serta perkembangan terhambat.
• Anak usia prasekolah
Gejalanya sama ditambah tanda-tanda berikut:
Tanda fisik: antara lain perilaku regresif, seperti mengisap jempol, hiperaktif, keluhan somatik seperti sakit kepala yang terus-menerus, sakit perut, sembelit.
Tanda pada perilaku emosional dan sosial: kelakuan yang tiba-tiba berubah, anak mengeluh sakit karena perlakuan seksual.
Tanda pada perilaku seksual: masturbasi berlebihan, mencium secara seksual, mendesakkan tubuh, melakukan aktivitas seksual terang-terangan pada saudara atau teman sebaya, tahu banyak tentang aktivitas seksual, dan rasa ingin tahu berlebihan tentang masalah seksual.
• Anak usia sekolah
Memperlihatkan tanda-tanda di atas serta perubahan kemampuan belajar, seperti susah konsentrasi, nilai turun, telat atau bolos, hubungan dengan teman terganggu, tidak percaya kepada orang dewasa, depresi, menarik diri, sedih, lesu, gangguan tidur, mimpi buruk, tak suka disentuh, serta menghindari hal-hal sekitar buka pakaian.




• Remaja
Tandanya sama dengan di atas dan kelakuan yang merusak diri sendiri, pikiran bunuh diri, gangguan makan, melarikan din, berbagai kenakalan remaja, penggunaan obat terlarang atau alkohol, kehamilan dini, melacur, seks di luar nikah, atau kelakuan seksual lain yang tak biasa.
Bagaimana jika anak buka rahasia?
Jagalah, jangan sampai anak terkejut oleh respons Anda.
Jika anak membuka rahasia, penting menyadari reaksi Anda dan anak itu sendiri. Anda perlu tahu apa yang mesti dilakukan. Mendengar apa yang dialami anak mungkin kita merasa marah, terkejut, dan bingung. Semua itu adalah reaksi yang normal untuk Anda. Tetapi, Anda harus menjaga jangan sampai anak terkejut oleh respons kuat Anda.
Jika Anda dikuasai perasaan Anda sendiri, bicaralah kepada rekan yang Anda percayai. Kalau Anda merasa tak mampu berbicara dengan si anak, minta tolong ahli untuk mengolah perasaan Anda sendiri dan memintanya berbicara dengan si anak.
Percaya apa yang dikatakan anak.
Ketika anak-anak membuka rahasia pelecehan yang dialami, hampir semua dipastikan mengandung kebenaran. Mereka kadang mengatakan sedikit apa yang terjadi untuk melihat bagaimana reaksi kita. Kalau anak tampak kacau dan ceritanya tak logis, itu wajar. Perlihatkan kepada anak bahwa menceritakan hal itu adalah perbuatan benar.
Jangan desak anak untuk menceritakan detail pengalamannya.
Anak harus diyakinkan bahwa dia tak bersalah. Hal ini dalam kenyataan tak mudah melakukannya karena anak kerap menganggap dirinyalah penyebabnya.

Contoh Kasus :
• Clara (bukan nama sebenarnya, 12) selama bertahun-tahun dijadikan obyek seks oleh ayahnya sendiri. Dalam konseling, kalimat yang berulang-ulang dikatakannya adalah, “Pastilah ada yang salah pada diriku sampai Bapak tega melakukannya kepadaku. Berhati-hatilah, jangan perlihatkan ekspresi marah Anda terhadap pelaku. Sebaiknya kita membedakan antara orang dan kelakuannya.
• Steve (bukan nama sebenarnya, 12) dalam sesi konseling di sekolah mengatakan, dia dilecehkan kakeknya sendiri. Steve membuka rahasia ini karena baru bertengkar dengan kakek. Tanpa pikir panjang, si konselor memperlihatkan kemarahannya kepada si kakek. Steve yang terkejut oleh reaksi itu segera meninggaikan ruang dan menghilang. Malam hari ia ditemukan di belakang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, ia mengatakan, dia sangat cinta kepada kakek. Jika berbicara dengan anak, gunakanlah bahasa anak, jangan meletakkan kata-kata kita kepada anak.
Persepsi kita kerap berbeda dengan anak. Ketika Yuli (bukan nama sebenarnya, 3)mengatakan “bokong", yang dimaksudkannya adalah vaginanya. Susi (bukan nama sebenarnya, 4) bicara tentang boneka kura-kura yang dimainkannya di kamar mandi, padahal yang mau dikatakannya adalah penis pamannya.
Perlihatkan kepada anak kesungguhan Anda untuk mendukungnya.
Pelecehan seksual anak adalah tindak kriminal. Di sini tidak berlaku hukum kerahasiaan. Katakan kepada anak bahwa Anda akan menyampaikan cerita itu kepada orang lain demi keselamatan anak. Jangan buat janji untuk merahasiakannya. Pastikan anak merasa aman.
Akhirnya, tidak berbuat apa-apa ketika mendengar pelecehan terjadi adalah salah. Anak-anak mempunyai hak untuk tumbuh aman dan sehat. Sebagaimana judul bukunya, Slayer of the Soul, Child Sexual Abuse and The Catholic Church, Stephen J Sossetti dengan tepat mengatakan, dampak pelecehan seksual pada anak adalah membunuh jiwa. Masalah ini tidak hanya urusan para konselor dan terapis, melainkan kita semua.

Kepekaan kita atas tanda-tanda pelecehan seksual dan tahu bagaimana meresponsnya kiranya akan sangat membantu ke arah berhentinya pelecehan.
sumber: Kompas Online, Senin, 03 Januari 2005

Merespons Anak yang Mengalami Pelecehan Seksual

• Oleh redaksi pada Jum, 12/21/2007 - 10:15. Artikel
Oleh: Dewi Minangsari, Konselor
Suatu hari seorang guru taman kanak-kanak menelepon dan mengatakan, seorang bocah yang berumur empat tahun vaginanya dimasuki obeng. Saya sarankan untuk memeriksakannya secara hati-hati agar anak tak takut dan membicarakannya dengan psikolog.
Ketika dibawa ke dokter, tak ada tanda yang memperliharkan hal itu. Lalu, saya bertanya, bagaimana kasus ditindaklanjuti, jawaban yang saya terima adalah, “Tidak apa-apa kok”. Tampaknya saya tak dapat terlalu berharap. Saya bisa memahami mereka, tetapi resah terhadap nasib si kecil.
Kita kerap tidak siap menerima kenyataan pelecehan seksual terhadap anak. Bahkan, kalau jujur, meski kejadian itu menyentak kesadaran, kita sukar menerima kenyataan itu.
Siapa yang mau membayangkan seorang anak umur empat tahun dipaksa melakukan oral seks oleh pamannya sendiri? Untuk melindungi hati dari kisah horor tersebut, kerap orang dan membaayangkan, "Ah, andai pelecehan itu sungguh terjadi, pastilah bukan di kota ini,” atau “Itu kan hanya menimpa kalangan tertentu, bukan seperti kita-kita ini."
Semua itu tidak benar.
Pelecehan seksual terjadi di kota kita, di kampung kita, di dalam keluarga kita, bahkan di tempat yang dianggap kental nilai religiusnya, seperti di lingkungan gereja atau pesantren.


Syukurlah, media kini semakin peduli, tetapi perlu disertai kesiapan dari pihak kita untuk menyikapi. Kita perlu merespons secara bijak ketika mendengar ungkapan anak mengenai pelecehan yang dialaminya.
Inilah langkah awal yang penting. Jika respons kita salah, pelecehan tak akan pernah diungkapkan lagi dan anak-anak kita semakin menderita.

Pelecehan Seksuaal di Kalangan Remaja

Sebuah pelecehan seksual terhadap anak menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang sebenarnya tidak menyadari dampak. Padahal, seorang remaja ketika mengalami pelecehan seksual sangat menyadari dampak dan memahami dengan baik apa yang telah dijatuhkan kepada mereka. Ini adalah neraka perasaan.
Tindakan seperti itu melanggar orang kepercayaan dan sampai batas tertentu orang merasa tidak aman, jika tidak dalam istilah lagi, setidaknya untuk suatu jangka pendek.
Mereka mengembangkan perilaku yang tidak pantas tidak diterima secara sosial. Lebih dari kelompok usia lainnya adalah remaja yang lebih rentan terhadap pelecehan seksual. Jika hal ini terjadi dengan tanggal mengenal mereka, itu adalah total pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seks adalah digunakan sebagai senjata dengan mana yang diserang. Hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri tentang kapasitas menghakimi mereka dan mereka mengembangkan perasaan bersalah
Para remaja yang telah menjadi korban tidak semua-sendirian berjuang. Ini adalah situasi yang diciptakan karena pelecehan seksual yang membuat korban serta keluarga untuk berjuang bersama. Orang lain yang tidak banyak dikenal akan sulit untuk memahami apa yang remaja sedang mengalami setelah serangan. Pada saat ini, menjadi sangat tidak mungkin untuk sementara waktu bagi remaja untuk berdamai. Hidup menjadi neraka sampai mereka kembali dalam indra mereka dan hidup normal. Rasa lelah atau kelelahan dapat mengikuti juga dengan mimpi-mimpi buruk. Mereka mungkin membenci diri mereka sendiri. Ini adalah orang-orang di sekitar mereka yang telah mendukung dan mengulurkan tangan membantu untuk membawa mereka

keluar dari kenangan yang menyakitkan. Hidup tidak berakhir di sini. Saat ini semakin banyak terdengar kasus pelecehan seksual terhadap anak. Sebagian besar pelakunya justru orang-orang dekat yang dikenal oleh anak. Orang tua perlu membentengi anak dengan bekal pengetahuan yang cukup jika ada orang yang akan berbuat tidak senonoh terhadapnya. Ada beberapa hal yang perlu diberitahukan kepada anak agar terhindar dari kekerasan seksual, sejak anak berusia 2-4 tahun : Pertama, anak harus dibritahukan agar jangan berbicara atau menerima pemberian dari orang asing. Anak juga harus selalu meminta izin orang tua jika akan pergi. “ Katakan pada anak bahwa mereka harus segera melaporkan kepada bapak atau ibunya apabila ada orang yang menyentuh alat kelamin atau tubuh mereka dengan cara yang tidak mereka sukai. Katakan juga agar anak berteriak atau kabur jika merasa terancam oleh orang yang tak dikenal. Agar anak dapat memahami bahwa orang lain dapat melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan kepada dirinya berkaitan dengan perbuatan seksual dan upaya anak dapat memahami hal tersebut, pengenalan bagian tubuh kepada anak mutlak dilakukan. Orang tua juga perlu mengajarkan anak mengenal perbedaan bagian tubuh anak laki-laki dan perempuan. Kemudian ajarkan kepada anak mengenai nilai, batasan, dan aturan yang di anut oleh keluarga yang seharusnya dihormati.

TUGAS PSIKOLOGI KOMUNIKASI CONTOH KASUS PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK ( 3 )

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA.
Dalam perilaku manusia, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor psikologis dan faktor sosial atau dengan istilah lain faktor individu dengan faktor yang berasal dari luar individu.
Menurut McDougall yang mempengaruhi dalam pembentukan parilaku seseoranr tersebut adalah berasal dari faktor individu, sedangkan menurut Edward E. Sampson terdapat perspektf yang berpusat pada persona dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor.
FAKTOR BIOLOGIS DAN FAKTOR SOSIOPSIKOLOGIS
Faktor biologis menekankan pada pengaruh struktur biologis terhadap perilaku manusia. Pengaruh biologis ini dapat berupa instink atau motif biologis. Perilaku yang dipengaruhi instink disebut juga species characteristic behavior misalnya agresivitas, merawat anak dan lain-lain. Sedangkan yang bisa dikelompokkan dalam motif biologis adalah kebutuhan makan, minum dan lain-lainnya.
Faktor personal lainnya adalah faktor sosiopsikologis. Menurut pendekatan ini proses sosial seseorang akan membentuk beberapa karakter yang akhirnya mempengaruhi perilakunya. Karakter ini terdiri dari tiga komponen yaitu komponen afektif, kognitf dan komponen konatif. Adapun penjelasan atas ketiga komponen tersebut adalah :
1. Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Dalam komponen ini tercakup motif sosiogenesis, sikap dan emosi.
2. Komponen kognitif berkaitan dengan aspek intelektual yaitu apa yang diketahui manusia. Komponen kognitif terdiri dari faktor sosiopsikologis adalah kepercayaan, yaitu suatu keyakinan benar atau salah terhadap sesuatu atas dasar pengalaman intuisi atau sugesti otoritas.
3. Komponen konatif berkaitan dengan aspek kebiasaan dan kemauan bertindak. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang relatif.

FAKTOR-FAKTOR SITUASIONAL
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor situasional. Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional ini berupa :
• faktor ekologis, misal kondisi alam atau iklim
• faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang
• faktor temporal, misal keadaan emosi
• suasana perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara
• teknologi
• faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik sosial individu
• lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap lingkungannya
• stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.
PENYEBAB ORANG MELAKUKAN PELECEHAN SEKSUAL
Alasan seseorang melakukan pelecehan seksual bervariasi. Banyak faktor yang bisa menjadi penyebabnya dan biasanya saling berkaitan. Umumnya pelaku mengincar perempuan yang lemah, pasif atau kurang asertif (tegas). ada 7 alasan kenapa orang melakukan pelecehan seksual :
1. Lingkungan sosialnya.
Kondisi di mana seorang laki-laki dan perempuan dibesarkan akan mempengaruhi bagaimana perilakunya nanti. Berbagai sudut pandang bisa menciptakan suasana yang memungkinkan seseorang untuk melakukan pelecehan seksual.
2. Suasana sekitar yang mendukung.
Biasanya pelecehan seksual lebih banyak terjadi di fasilitas umum terutama pada angkutan umum yang penuh, sehingga seseorang suka mencari-cari kesempatan.
3. Memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
Beberapa orang terkadang menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan pelecehan, umumnya pelaku berpikir korban adalah orang yang lemah atau takut kehilangan pekerjaannya.
4. Stres terhadap perkawinannya.
Mengalami stres terhadap kehidupan pernikahannya akan membuat seseorang berada dalam tekanan emosional sehingga rentan melakukan pelecehan seksual.
5. Mengalami penurunan moral.
Saat kondisi seseorang mengalami kelemahan moral, seringkali menganggap seks pranikah atau ‘one night stand’ adalah sesuatu yang wajar sehingga menganggap hal tersebut bukanlah pelecehan seksual.
6. Memiliki perilaku seks yang menyimpang.
Biasanya orang ini memiliki kelainan seperti suka memperlihatkan alat vitalnya, suka membahas masalah-masalah pornoaksi atau memiliki perilaku suka mengintip.
7. Kurangnya peraturan hukum yang ada
Beberapa orang melakukan pelecehan seksual karena memang belum ada peraturan hukum yang bisa membuat seseorang merasa jera.
Dampak yang bisa ditimbulkan akibat pelecehan seksual adalah menimbulkan stres atau depresi serta merasa dikucilkan. Dalam pelecehan seksual efek yang ditimbulkan meliputi fisik dan juga masalah psikologis.
Sebuah fakta terungkap dalam data kasus pelecehan seksual yang ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Metro Bekasi sepanjang 2008. Ada peningkatan yang signifikan dalam kasus anak sebagai korban dan pelaku pelecehan seksual. Pada 2007, terdapat enam kasus anak sebagai korban pelecehan seksual dan tidak ada kasus anak sebagai pelaku pelecehan seksual. Ironisnya, pada 2008, terdapat 36 kasus anak sebagai korban pelecehan seksual dan delapan kasus anak sebagai pelaku pelecehan seksual.Kepala Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi, Komisaris Budi Sartono, mengatakan, faktor pendorong keterlibatan anak sebagai pelaku karena pengaruh tontonan film-film porno yang mudah diakses di mana saja. Salah satu contohnya, bebasnya anak usia muda masuk dan mengakses situs porno.

KIAT-KIAT MENCEGAH PELECEHAN SEKSUAL :
1. Pelajari persoalan pelecehan seksual
2. Mampu bertindak asertif dan berani mengatakan tidak (menolak)
3. Menyebarkan informasi tentang pelecehan seksual
4. Mau bertindak sebagai saksi
5. Membantu korban
6. Membentuk kelompok solidaritas
7. Mengkampanyekan jaminan keamanan, khususnya bagi perempuan
8. Mengkampanyekan penegakan hukum bagi hak-hak perempuan.
JIka anda menjadi korban pelecehan seksual,Pikirkanlah langkah-langkah yang bisa anda ambil. Selalu tanamkan dalam diri anda bahwa pelecehan yang terjadi sama sekali buka kesalahan anda. Langkah-langkah yang bisa anda lakukan adalah:
1. Membuat catatan tentang kejadian pelecehan seksual yang anda alami. Catat dengan teliti identitas pelaku, tempat kejadian, waktu, saksi dan yang dilakukan oleh pelaku serta ucapan-ucapan pelaku.
2. Bicara pada orang lain tentang pelecehan seksual yang anda alami. Ceritakan kepada teman, atasan, guru atau siapa saja yang anda percayai dan mau mengerti perasaan anda.
3. Memberi pelajaran kepada pelaku. Apabila anda sanggup melakukannya katakan kepada pelaku bahwa tindakannya tidak dapat anda terima. Anda dapat melakukannya dengan ucapan verbal dengan kata-kata, melalui telepon atau surat. Ajak seorang teman untuk menjadi saksi.
4. Melaporkan pelecehan seksual tersebut, karena pelecehan seksual melanggar hukum. Maka, sangat tepat jika pelecehan seksual yang anda alami segera anda laporkan ke polisi.

TUGAS PSIKOLOGI KOMUNIKASI CONTOH KASUS PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK ( 2 )


PENGERTIAN PELECEHAN SEKSUAL

Berita diatas merupakan salah satu berita yang menyangkut tentang pelecehan seksuak pada anak, belakangan ini sering terjadi pelecehan seksual pada anak. Selama 2009-2010 saja tercatat sekitar 214 kasus yang menyangkut pelecehan seksual pada anak.
Sebelum terlampau jauh, ada baiknya kita mengerti dahulu apa itu tentang pelecehan seksual. Yang dimaksud dengan pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban pelecehan.
Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban.  Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang lebih banyak, dsb.
Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, meliputi: main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan.
Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang berdasar pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan pelecehan gender, yaitu pelecehan yang didasarkan atas gender seseorang, dalam hal ini karena seseorang tersebut adalah perempuan.  Seperti: " Tugas perempuan kan di belakang....", "Tidak jadi dinikahi, karena sudah tidak perawan lagi....".
Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, dsb baik siang maupun malam.
Pelecehan seksual di tempat kerja seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan jabatan.  Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan ataupun tidak.  Kalau janji atau ajakan tidak diterima bisa kehilangan pekerjaan, tidak dipromosikan, dimutasikan, dsb.  Pelecehan seksual bisa juga terjadi tanpa ada janji atau ancaman, namun dapat membuat tempat kerja menjadi tidak tenang, ada permusuhan, penuh tekanan, dsb.
Hampir semua korban pelecehan seksual adalah perempuan tidak memandang status sosial ekonomi, usia, ras, pendidikan, penampilan fisik, agama, dsb.  Korban pelecehan akan merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku, dendam pada pelaku, shock, trauma berat, kerusakan organ fisik, dll.

TUGAS PSIKOLOGI KOMUNIKASI ; CONTOH KASUS PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK ( 1 )


CONTOH BERITA :

Kekerasan Seksual pada Anak Terus Meninggi

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Bali menyatakan kasus kekerasan seksual dengan pelaku dan korban anak-anak makin meresahkan. Sepanjang Februari ini saja, ada enam kasus perkosaan dan pelecehan seksual yang melibatkan anak-anak. Sementara pada 2009, KPAI mencatat ada 214 kasus kekerasan terkait anak.
“Jumlah itu baru yang melaporkan dan kasusnya sedang disidik saja,” ujar Luh Putu Anggreni, Wakil Ketua KPAI Bali, Senin. Selama 2009, sebanyak 73 kasus itu ditangani Poltabes Denpasar, 47 kasus di Buleleng, 29 kasus di Karangasem, dan kabupaten lainnya.
Dari 214 kasus itu, sebanyak 25 kasus pemerkosaan anak-anak, dan 58 kasus penganiayaan anak. Sementara anak sebagai pelaku kekerasan sebanyak 29 orang.
Meningkatnya kasus kekerasan anak, terutama seksual dan bagaimana cara penanganannya ini didiskusikan dalam kunjungan Terry M. Kinney, Residen Legal Advisor di Indonesia dari US Departement of Justice Office of Overseas Prosecutorial Development, Assistance, and Trainning (OPDAT). Terry mendiskusikan hal ini bersama pimpinan lembaga anak dan perempuan lainnya seperti LBH Bali dan LBH APIK Bali.
Menurut Anggreni, kekerasan yang melibatkan anak di Bali kerap terjadi dalam ranah keluarga dan di jalanan. Dalam ruang keluarga misalnya seperti penganiayaan, pemerkosaan oleh kerabatnya, eksploitasi anak menjadi pekerja rumah tangga, pencari nafkah, dan lainnya. Sementara di jalanan, anak-anak dipaksa menjadi pengemis, pelacur anak, pekerja malam, dan lainnya.
“Kami harap, ada pelaku yang diseret ke pengadilan jika mengeksploitasi anak-anak walau oleh keluarganya sendiri,” katanya. Namun, pengadilan di Bali belum pernah menghukum pelaku trafficking yang menurutnya marak terjadi. Padahal, Bali sudah mempunyai Perda tentang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang. Dalam Perda ini, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, dan sebagainya untuk tujuan eksploitasi.
Kasus trafficking yang dilaporkan ke LBH Bali sepuluh tahun terkahir ini hanya satu yakni perdagangan perempuan remaja ke Jepang dengan modus pengiriman duta kesenian. Ini terjadi pada Ida Ayu Wedawati dan sejumlah remaja perempuan lain di tahun 2002. Hanya Wedawati yang mau melapor, itu pun karena gaji tak sesuai dengan yang dijanjikan agen. Wedawati di Jepang dijadikan sebagai perempuan penghibur kelab malam, berbeda dengan janji agen yang mengirimkannya sebagai penari Bali di restoran.
Terry M. Kinney mengatakan kekerasan pada anak seperti global nightmare karena terjadi di hampir seluruh negara. “Kami berharap polisi, hakim, dan jaksa punya persepsi yang sama soal UU Perlindungan Anak yang ada di Indonesia. Mereka butuh pelatihan agar pelaku bisa mendapat hukuman yang setimpal,” ujar mantan Jaksa di Chicago, Amerika Serikat ini.
Terry juga menekankan pentingnya shelter atau tempat penampungan anak-anak korban kekerasan. Menurutnya anak-anak butuh penyembuhan dari trauma kekerasan dan pendampingan di pengadilan.
Sementara Anggreni mengatakan Bali belum punya sistem yang jelas bagaimana prosedur pemulihan dalam shelter secara terintegrasi. “Pemerintah tidak punya shelter khusus, hanya tempat penampungan sementara yang dibuat yayasan-yayasan,” katanya.
Ia mencatat setidaknya ada 155 negara yang memiliki UU Perlindungan Anak, namun tak cukup berat memberikan sanksi pidana bagi pelakunya. Sementara sekitar 90 negara belum punya UU sejenis.
Terry mengharapkan lembaga perlindungan anak dan perempuan di Bali mau melaporkan dengan cepat jika ada indikasi warga Amerika melakukan tindak kekerasan. “Kami akan menindaklanjuti dengan cepat, bahkan mengirimkan agen khusus ke sini,” ujar Terry yang kini berkantor di US Embassy di Jakarta